Nasionalisme di Indonesia mulai muncul sejak perang pra kemerdekaan hingga masa awal terlahirnya Republik ini. Hal ini diwujudkan dengan berbagai perlawanan terhadap para penjajah melalui peperangan. Bahkan melalui berbagai media komunikasi kala itu seperti radio dan surat kabar meski dalam bentuk yang serba terbatas. Namun nasionalisme meluntur selama beberapa kurun waktu.

Semangat Nasionalisme Indonesia kembali diperdengarkan sejak harta karun kekayaan Indonesia diakui oleh Negara tetangga. Dari pengakuan wilayah NKRI hingga warisan-warisan leluhur seperti batik dan Reog Ponorogo. Nasionalisme kembali menjadi isu sentral setelah Indonesia meresahkan dirinya sendiri atas keteledorannya selama ini. Salah satu gambaran Nasionalisme tersebut digambarkan dengan berbagai demonstrasi yang terjadi di penjuru Indonesia seakan tidak ada jalan lain selain demonstrasi, misalnya melalui kertas (tulisan).

Kini dengan adanya kemerdekaan, kebebasan berpikir dan berpendapat, masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa dapat mengemukakan gagasannya baik lisan maupun tertulis sebagaiman bunyi UUD’45 pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.  Sehingga dengan adanya payung hukum ini mahasiswa harus berani dan mau menuangkan gagasan serta pemikirannya khususnya mengenai Nasionalisme. Ironisnya tidak banyak mahasiswa yang emoh menulis, menuangkan gagasan dan pemikiran mereka dengan berbagai alasan basi, kecuali nulis tugas kuliah (itupun karena terpaksa).

Namun benarkah dengan adanya kebebasan ini mahasiswa Indonesia mampu membebaskan nasionalismenya atau justru memenjarakannya dalam kertas?. Dengan arti lain nasionalisme yang hanya dibicarakan dalam lembaran kertas makalah, artikel dan sebagainya. Di kampus saya misalnya (mungkin di beberapa perguruan tinggi lainnya juga), pembicaraan mengenai nasionalisme hanya berbatas dalam diskusi kelas dan kertas makalah dalam mata kuliah civic education. Diskusi tentang nasionalisme dapat terlewati dengan begitu  semangatnya selama dalam kelas, namun akan segera luntur setelah kelas usai. Begitupula dengan nasionalisme di sekolah-sekolah juga berbatas pada mata pelajaran PKN. Setelah itu mereka lupa, apa sebenarnya nasionalisme itu?

Kompetisi Esai Mahasiswa 2009 “menjadi Indonesia” yang diselenggarakan Tempo Institute dalam rangka memperingati delapan windu kemerdekaan Indonesia menjadi semacam cambuk yang mampu memacu semangat nasionalisme mahasiswa melalui sumbangsih pemikiran dan gagasan mahasiswa mengenai nasionalisme itu sendiri. Namun bukan itu yang paling penting. Ada hal yang lebih penting dari itu semua “niat awal penulisan naskah kompetisi”. Nasionalisme yang terwujud dalam kertas (tulisan) ataukah nasionalisme sebatas kertas?, atau justru nasionalisme karena Laptop dan sejumlah uang yang dijanjikan?.

Khawatirnya kreatifitas mahasiswa Indonesia, khususnya mengenai nasiaonalisme hanya sebatas hadiah yang diiming-imingkan. Hingga pada akhirnya terbentuk menjadi karakter yang justru hanya akan berkarya jika ada iming-iming saja.

Setidaknya penulis mengajak untuk merenungkan kembali bagaimana nasionalisme mahasiswa, khususnya para mahasiswa yang mengikuti kompetisi esai ini. Jangan-jangan niat awal saya juga karena laoptop juga juaan uang tersebut. Semoga saja tidak.

Membangun Nasionalisme Mahasiawa melalui Kertas (Bukan Sebatas Kertas)

Mengutip pemikiran Soekarno bahwa nasionalisme adalah “Membentuk rasa percaya diri dan merupakan esensi mutlak jika kita mempertahankan diri dalam perjuangan melawan kondisi-kondisi yang menyakitkan“. Begitu pula dengan Nasionalisme yang harus kita pertahankan melalui kertas, bukan sebatas kertas. Bahwa melalui gagasan-gagasan yang tertuang melalui kertas dan tulisan. Berbagai gagasan yang mampu membawa kemajuan bagi Indonesia.

Tidak banyak para mahasiswa yang (kadang) justru malu ketika harus membicarakan tentang nasiomnalisme. Mereka menganggap bahwa nasionalisme hanyalah perbincangan basi, namun sejatinya mereka hanya kurang percaya diri akan hal ini dan inilah yang menjadi kritik bagi pribadi mahasiswa Indonesia.

Sebagaimana penuturan Soekarno di atas atas tadi, bahwa kepercayaan diri adalah satu kunci saat kita harus berjuang dalam berbegai kondisi. Sehingga satu ucapan selamat yang saya sampaikan kepada para peserta kompetisi esai yang dengan percaya diri dan yakin untuk mengirimkan karyanya sesuai waktu yang telah dijadwalkan. Semangat, keyakinan dan kepercayaan diri ini yang harus tertanam dalam diri mahasiswa Indonesia sebagai wujud nasionalisme yang selama ini selalu dipertanyakan.

Nasionalisme sebatas kertas yang saya maksud adalah nasionalisme yang hanya berhenti pada coretan-coretan kertas dan tidak pernah ada aplikasinya. Bagi saya sangat menyenangkan ketika para mahasiswa diberi ruang khusus untuk menuangkan gagasannya. Namun sayang ruang tersebut masih sulit untuk ditembus. Justru Kompetisi inilah yang pada akhirnya memberi ruang itu. Namun sangat disayangkan jika kompetisi ini hanya berakhir pada sejauhmana gagasan dan pemikiran mahasiswa mengenai nasionalisme. Harus ada ruang lagi untuk mengembangkan gagasan-gagasan tersebut, sehingga nasionalisme mereka tidak hanya terpenjara dalam kertas tetapi mampu menghidupkan kembali nasionalisme Indonesia secara nyata. Yang menjadi persoalan dan perlu didiskusikan adalah dengan cara apa?. Semoga tidak hanya kemah menulis yang dikhususkan bagi beberapa pesertasaja, tetapi ada agenda-agenda lain yang dapat menumbuhkan semangat itu lagi.

Situs : http://fauzancruiser.blogspot.com/2013/06/nasionalisme-mahasiswa.html

Read more »

Author

If we can not be a source of knowledge then at least we become science window, My principle that if we are diligent to share then hopefully we are also rich in science. Sharing is beautiful and that's the real purpose of science...

Subscribe to our Mailing List

We'll never share your Email address.
Copyright © 2013 Fauzan Cruiser. Powered by Blogger.
Publisher by Fauzan Cruiser 082333202242 Fawzan.co.id@facebookr.com